Meski pasar volatil, ada 65 produk reksadana baru yang meluncur hingga Oktober

Oct 26 2018 07:54PM

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingkat volitilitas yang masih tinggi di pasar keuangan, tidak membuat para manajer investasi mengerem peluncuran produk reksadana baru.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, sejak awal tahun hingga 12 Oktober 2018, terdapat 65 produk reksadana open end baru. Produk reksadana baru yang meluncur paling banyak berasal dari jenis reksadana pendapatan tetap sebanyak 21 produk. Selanjutnya, menyusul produk reksadana saham sebanyak 20 produk.
Sementara, produk reksadana baru dari reksadana campuran bertambah 17 produk dan reksadana pasar uang bertambah tujuh produk.
Wawan Hendrayana, Head of Investment Research Infovesta Utama mengatakan produk reksadana baru khususnya reksadana pendapatan tetap yang meluncur di awal tahun memang saat itu kinerja reksadana pendapatan tetap relatif masih positif, sehingga tak heran bila banyak MI yang meluncurkan reksadana yang beraset dasar surat utang tersebut.
Namun, memasuki akhir tahun, kondisi pasar berbalik arah. Pasar obligasi tertekan tren kenaikan suku bunga. Akibatnya, harga obligasi menurun. Meski begitu, para MI tetap meluncurkan reksadana pendapatan tetap karena mengincar harga obligasi yang lebih murah dibanding awal tahun.
"Sebenarnya reksadana pendapatan tetap yang baru meluncur belakangan ini belum tentu jelek seperti kondisi pasar secara umum," kata Wawan, Jumat (26/7).
Namun, potensi kinerja reksadana pendapatan tetap untuk turun masih ada di tahun depan karena harga obligasi tertekan tren kenaikan suku bunga.
Meski begitu, Wawan memproyeksikan kinerja reksadana pendapatan tetap memang tidak akan setinggi kinerja di 2017 tetapi akan lebih baik dari kinerja di 2018. "Efek penurunan harga obligasi saat ini sudah dirasakan dan ke depan diharapkan pasar tidak akan terlalu buruk kembali," kata Wawan.
Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi menambahkan para MI masih tertarik untuk menerbitkan reksadana baru berjenis pendapatan tetap karena sosialisasi reksadana di Indonesia masih minim. Jumla pemegang unit penyertaan dibanidngkan jumlah penduduk Indonesia, bahkan negara Asean masih sangat kecil.
"Banyak dari masyarakat yang belum bisa terima dengan fluktuasi saham, maka reksadana berbasis pasar uang dan efek utang menjadi favorit bagi investor reksadana pemula," kata Reza.
Oleh karena itu meski kondisi pasar obligasi tak mendukung, dengan animo kebutuhan masyarakat di reksadana pendapatan tetap, Reza masih optimistis pada prospek reksadana pendapatan tetap. Rencananya, HPAM juga akan meluncurkan reksadana pendapatan tetap baru di kuartal I-2019 atau kuartal II-2019. Namun, mengenai strategi serta isi portofolio reksadana tersebut masih digodok oleh Reza dan tim.
"Kami optimistis pada prospek reksadana pendapatan tetap melihat target market yang tepat, yaitu investor pemula, deposan dan pemburu safe haven," kata Reza.
Keyakinan Reza akan prospek reksadana pendapatan tetap akan positif di tahun depan didukung dari beberapa katalis positif. Pertama, obligasi yang menawarkan return 9,5%-9,7% akan menarik bila dibandingkan dengan produk investasi perbankan. Kedua, banyak institusi dan korporasi yang saat ini memiliki kebijakan untuk masuk di instrumen dengan risiko minim dan hanya masuk ke instrumen beraset dasar surat utang saja.
Namun, Reza juga menyadari, katalis negatif bagi reksadana pendapatan tetap masih ada. Terutama datang dari jika The Fed terus menaikkan suku bunga dan membuat moneter regional menjadi makin tidak stabiil. Selain itu, tantangan sosialisasi reksadana di Indonesia yang belum maksimal dan terstruktur.
Wawan menambahkan, strategi yang mungkin ideal diterapkan pada reksadana pendapatan tetap yang baru meluncur adalah meminimalisir risiko dengan menjadikan obligasi tenor di bawah tiga tahun sebagai aset. "Obligasi jangka panjang risikonya lebih besar untuk turun harga," kata Wawan.
Selain itu, obligasi korporasi juga bisa diandalkan karena memiliki volatilitas yang belum stabil dibanding obligasi pemerintah.
Namun, sepanjang reksadana pendapatan tetap memegang obligasi dalam jangka waktu panjang kinerja akan baik karena tersokong kupon obligasi. "Ketika beli di bawah PAR seperti saat ini, ketika nanti obligasi dipegang hingga jatuh tempo maka harga pasti akan kembali ke 100," kata Wawan.
Strategi mendapatkan valuasi harga yang murah juga sama diterapkan pada reksadana saham yang baru meluncur belakangan ini. Wawan mengatakan produk reksadana saham yang terbit di saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada level 6.000 ke bawah, di tahun depan diproyeksikan akan memiliki kinerja yang positif.
"Tahun depan ada Pilpres dan biasanya event tersebut akan berdampak positif pada IHSG, jadi harapannya reksadana saham yang baru terbit belakangan ini akan menuai kinerja yang positif juga," kata Wawan.

Kembali

PT. Sinarmas Asset Management meraih delapan penghargaan sebagai Reksa Dana Terbaik 2017 dari Majalah Investor. Produk yang mendapatkan penghargaan adalah Reksa Dana Danamas Dollar, Danamas Stabil, Simas Income Fund dan Danamas Fleksi